Dalam sebuah pelatihan, risiko yang sudah jelas ialah calon penerjemah akan merasa harus menggambarkan Anda sebagai dosen-ideal mereka. Kita semua rentan dengan pujian-hanya orang sakit jiwa yang tidak ingin disukai dan dikagumi. Kebanyakan dari kita diam diam berharap calon penerjemah-calon penerjemah kita akan menganggap kita sebagai penerjemah pengajar terbaik yang pernah mereka punya. Karena kita memegang beberapa wewenang atas anak-anak didik kita (wewenang untuk memberi nilai, melontarkan pujian atau tidak, mengejek, dll.). Biasanya hal ini mendorong calon-calon penerjemah kita untuk menyanjung-nyanjung kita. Namun, ada dua masalah dalam hal ini: calon penerjemah tidak belajar apapun dari latihan ini (kecuali barangkali bahwa Anda juga termasuk orang yang mudah termakan pujian) dan calon penerjemah tahu bahwa kepura-puraan semacam itu tak ada sangkut-pautnya dengan pembelajaran mereka semuanya hanya menyangkut ego Anda.
Oleh karena itu, semakin tinggi Anda biarkan mereka menyayangi Anda, semakin jatuh harga diri Anda di mata mereka. Satu-satunya hal yang muncul dari diskusi macam ini (selain meminta calon penerjemah calon penerjemah Anda berpikir secara kritis), sebenarnya adalah mendorong mereka memberitahu Anda secara langsung, atau bahkan secara tak langsung, apa yang bisa Anda lakukan dengan lebih baik.
Salah satu cara untuk mencapainya, paling tidak, pada budaya-budaya tertentu, adalah meminta calon penerjemah lebih dulu mendiskusikan hal-hal yang mereka sukai mengenai penerjemah pengajar dan gaya mengajarnya dalam kelompok kelompok kecil, lalu kesimpulan mereka diketengahkan kepada seluruh kelas. (Dalam banyak budaya, rasa hormat murid kepada guru terlalu besar bagi mereka untuk mengutarakan langsung kritikan mereka kepadanya. Pada budaya semacam ini, latihan ini mungkin hanya akan sia-sia belaka dan lebih baik diloncati saja semuanya.) Perilaku keseluruhan-kelompok merupakan perilaku umum yang tunduk pada batasan-batasan terketat: calon penerjemah yang berbicara di depan seluruh kelas tahu bahwa dia harus menyenangkan Anda tanpa kehilangan respek teman-teman sekelasnya. Dalam kelompok kecil, calon penerjemah lebih mudah menggalang solidaritas sesama calon penerjemah dalam taraf kecil, yang mungkin cukup banyak memberikan dukungan dari teman sebaya sehingga kemungkinan kritik sopan terhadap cara Anda mengajar dapat terlontarkan.
Jawaban secara umum adalah menjadi lebih aktif. Memainkan suatu peran yang lebih aktif di kelas. Arti “keaktifan” itu sendiri sebagian besar ditentukan oleh siapa guru mereka dan dalam budaya macam apa mereka dibesarkan. Pada suatu ruang kelas yang amat otoriter misalnya, menjadi lebih aktif berarti lebih banyak memperhatikan dan pertanyaan penting berikutnya adalah bagaimana caranya. (Apakah Anda hanya menyuruh diri Anda sendiri untuk lebih banyak memperhatikan? Jika Anda tertidur, apakah Anda mencubit diri Anda sendiri, mengusap rasa kantuk itu dari mata Anda, berusaha menggerakkan tubuh Anda sedikit-sedikit? Atau apakah Anda mencari sesuatu hal dalam kuliah yang berhubungan dengan pengalaman pribadi Anda?)
Pada lingkungan yang kurang terstruktur, menjadi lebih aktif mungkin berarti lebih banyak berbicara di kelas, membicarakan jenis tugas kelas dan pekerjaan rumah dengan dosen, bahkan membantu mengajar kelas. Ada banyak sekali cara untuk menjadi lebih aktif. Tiap-tiap cara-tergantung pada lingkungan spesifik kelas tempat cara itu diterapkan akan memerlukan tindakan berbeda-beda untuk me nyeimbangkan antara kebutuhan calon penerjemah (akan relevansi, hubungan, keterlibatan secara aktif, dll.) dan kebutuhan penerjemah pengajar (akan kontrol, respek, martabat, dll.).
diambil dari https://jits.co.id