Pada postingan kali ini penulis mengutip dari diktat pelatihan penerjemah yang diadakan oleh perusahaan jasa penerjemah tersumpah yaitu PT. JITS saat penulis mengikutinya sebagai peserta. Tujuan diposting adalah untuk mendapatkan kemanfaatan sekaligus menyampaikan pendapat penulis terhadap materi diktat tersebut.
Dalah satu yang diulas oleh diktat tersebut adalah materi tentang cara menerjemah global kontekstual yang termasuk di dalamnya upaya penyederhanaan konsep utuh dari sebuah naskah atau teks.
Topik ini mungkin sekali menjadi minat terbesar bagi calon penerjemah yang tidak simpatik dengan pendekatan diktat ini. Topik ini memberi mereka kesempatan untuk mengungkapkan perasaan mereka (yang memang benar sekali) bahwa diktat ini bukanlah keseluruhan kebenaran tentang penerjemahan, diktat ini hanya sebuah perspektif. Tetapi topik ini juga mendorong calon penerjemah yang lebih simpatik untuk berpikir kritis, tak hanya tentang model-model khusus yang ditawarkan dan berbagai pernyataan yang termuat dalam diktat ini, tetapi juga tentang proses belajar mereka secara umum-khususnya dalam hubungannya dengan pengetahuan “otoritatif”, fakta atau prosedur yang disodorkan kepada mereka oleh pihak yang berwenang (seperti Anda dan saya).
Kebanyakan di antara mereka sudah pernah diajar untuk menghafalkan kosakata dengan memandangi daftar kata-kata yang tertera di atas kertas, atau barangkali dengan mengucapkan kata-kata itu dengan lantang. Diktat ini berpendapat bahwa metode itu kurang efektif dibandingkan dengan belajar kosakata dalam konteks sosial manusia yang sesungguhnya.
Mana yang benar buat mereka? Apakah mereka belajar kedua metode itu dengan baik, tetapi dengan cara yang berbeda? Apa bedanya bagi mereka untuk “merasakan sendiri” beberapa gaya belajar lewat tes-tes yang sudah dipersiapkan, sementara calon penerjemah yang lain menjalani tes-tes yang disiapkan sendiri oleh mereka (latihan 6)? Boleh jadi Anda ingin menyuruh calon penerjemah-mahasiswi Anda merumuskan kembali pokok-pokok utama dalam diktat ini melalui gaya belajar mereka sendiri. Akan seperti apa wujud diktat ini nantinya? Apakah diktat ini hanya menjadi diktat bacaan semata? (Sebagian calon penerjemah mungkin lebih suka diktat ini lebih berpenampilan mirip dokumen teknik, diktat resep masakan, aturan permainan board game, kumpulan pepatah atau teka-teki Zen, atau ikhtisar singkat dan tajam yang dapat direkam pada monitor komputer mereka).
Diktat ini lebih mengurai cara belajar menerjemah dengan berpikir global kontekstual yang sangat tepat untuk menerjemahkan artikel atau buku-buku tematis sosial budaya, karena mengantarkan penerjemah memberikan penafsiran secara global dan utuh dalam memahami naskah dan kemudian menerjemahkannya.